Sumpah Pemuda ke-91; Di Tengah Demokrasi Semu

Nusantaraterkini – Tanggal 28 Oktober diperingati oleh setiap elemen Bangsa Indonesia sebagai Hari Sumpah Pemuda, termasuk hari Senin kemarin tanggal 28 Oktober 2019.

Mengingatkan kembali bahwa ada hal sangat spiritual dan ideologis dalam hari Sumpah Pemuda, yakni ikrar bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu : Indonesia.

Makna yang terkandung dalam sejarah Sumpah Pemuda telah mengajarkan nilai-nilai persatuan bangsa. Sumpah Pemuda membuktikan, perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia ternyata dapat disatukan sebagai perwujudan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Maka, Sumpah Pemuda hendaknya bisa dijadikan sebagai inspirasi bagi generasi muda Indonesia sekarang untuk membawa negara ini ke arah perubahan yang lebih baik, bukan justru terpecah-belah dalam pusaran konflik antar sesama anak bangsa sendiri.

Dinamika demokrasi Pemilihan Umum tahun 2019 sangat dinamis, mengajarkan bagaimana lawan bisa dikatakan kampret atau cebong. Mengajarkan bagaimana menilai integritas seseorang sangat subjektif dikemas hoax dan kebencian. Membangkitkan mayat-mayat mati dalam kuburan sejarah kebangsaan : Isu PKI, Antek Asing, Boneka, Pinokio, Pelanggar Ham, Oligarki, Neo Orba dan sebaginya menyimbolkan itulah demokrasi Indonesia.

Antara ini gerakan penyeimbang kekuasaan dan ini gerakan kepentingan salah satu pihak : GAMANG’. Semua terpolarisasi dalam pijakan mana yang merasa nyaman dan berpihak kepada pragmatisme pribadi. Bahkan korban tak pelak berjatuhan dari buah demokrasi sebagai mimpi Reformasi.

Dalam memandang UU yang dianggap memihak dan tidak memihak rakyat, semua tampil beringas dan terdepan dalam panggung jalanan. Baik dari masa bayaran maupun dari masa jual almamter di tengah trotoar, mulai dari masa anak STM sampai mengatas namakan agama maupun golongan.

Hempasan abad baru,,,KATANYA.!!! Hempasan IPTEK telah mengubah proyeksi pertarungan dari konvensional ke gaya PESONA TANPA RONA, dia ada dimana-mana bisa menikam harkat dan martabat manusia baik yang sedang bersembunyi di lorong cacing tanah sampai diatas menara aparteman ibu kota Jakarta.

Dia menusuk-nusuk dan menggerogoti SUMPAH PEMUDA, tanah air tidak satu,,, Dia berwarna : di sana mau Merdeka, di sana mau Berdiri atas nama Agama, di sana mau berdiri atas nama Suku, di sana mau berdiri atas nama Kekerasan. Bahasa Indonesia bukan lagi bahasa persatuan, dia sebagai alat perang mulai dari rebutan kekusaan dengan menipu rakyat, bahkan bahasa perang mengatas namakan SARA.

Bangsa ini tidak lagi SATU, dia bahkan mulai retak. Kebangkitan masa Populis yang masuk melalui perkembangan IPTEK, tanpa Ideologi tanpa Bahasa tanpa Indonesia tanpa Ikrar suci dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.!!!

Mereka-mereka (Elit) tampil manis dan cantik, menjual kepentingan rakyat kecil. Di belakang bersole dengan oligarki-oligarki kotor dan merusak tatanan masyarakat kecil. Saya pancasila, di atas panggung pesta pora dan konser rakyat di tengah penderitaan (Rakyat diterpa bencana, di sana konflik, di sini kemiskinan, di situ kelaparan, di sana penuh kebencian). Tak pelak ketika ada pejabat negara kenai “Tujah Kato kami, rakyat..”

Kesempitan rasa nasionalisme dan kebangsaan itu diajarkan elit, mengatakan rakyat malas, tanam sendiri, membebani negara, teriak sesaat, dan KAFIRRRR.!!!

Di depan mata rakyat melihat, bagaimana Elit itu menjadi pendusta jabatan dengan Korupsi setiap saat. Pendusta agama, besok ceramah besok mereka jadi tersangka asusila. Elit politik, penghasil UU Kontroversi, di mata rakyat menolak.!!! Mereka menantang diskusi, mengaku kami perna mahasiswa. Media besar dikuasai elit partai, masyarakat dengan media alternatif dikatakan UU ITE.

Maka sadarlah kalian itu pemimpin yang dipilih, dan diberi amanah. Selama demokrasi hanya jadi alat pembodohan, mengambil kekuasaan dan mengeruk kekayaan negara, maka suara perlawanan yang mungkin dikatakan RADIKAL akan terus bergentayangan.!!! Karena suara kebenaran tak akan mati”.

Maka, demokrasi sangat Semu jauh dari substansi. Maka tak hayal mulai dari tidak demokratis  dan terbukanya rekrutmen calon wakil rakyat/ Kepala Daerah oleh partai politik, kemenangan karena politik uang, kemenangan karena kampanye hitam, kemenangan karena kedaerahan, ketidak percayaan terhadap penyelenggara, aturan tumpang tindi dan bahkan ada pasal-pasal karet dan pasal siluman, masyarakat masi latah dalam melihat demokrasi. Itulah SUMPAH PEMUDA : Di tengah Demokrasi SEMU.!!!

Semoga rekonstruksi berpikir dan bertindak dalam momen Hari Sumpah Pancasila, kembali menempatkan Para Pemuda sebagai motor gerakan sosial. Dalam ilmu hukum minimal ada 3 (tiga) sistem penting yang perlu kita kaji dan renungkan kembali ;

1. Perbaikan aturan hukum terkait pemilu degan melibatkan partisifasi masyarakat, KPU, Bawaslu, dan semua elemen bangsa lainnya.

2. Perbaikan struktur demokrasi, pematangan KPU sebagai lembaga teknis pemilu, perkuat lembaga Bawaslu sebagai pembaga Pengawas dan Penindak pelanggaran Pemilu, Perbaikan kelembagaan, mematangkan subsistem dan kelengkapan lainnya. Termasuk komitmen dalam menjaga integritas dan kapasitas kebangsaan bagi calon komisioner penyelenggara pemilu hingga Ad Hoc.

3. Membangun cultur masyarakat yang melek demokrasi dan dewasa dalam berdemokrasi. Dengan membuka ruang partisifasi politik yang luas, terbuka, akuntabel, JURDIL, dan menjaga esensi kedaulatan rakyat. Pematangan ruang Pemantau pemilu disisi masyarakat, kebebasan dan perlindungan pers, dan memaksimalkan peran organisasi masyarakat/OKP/ NGO/ dan setiap elemen masyarakat lainnya.

Hingga demokrasi tidak lagi semu, dia menuju Demokrasi Substansi. Sehingga tantangan dalam Pemilihan Kepala Daerah tahun 2020, dan bahkan bicara Pemilu serentak nasional 2024 bukan menjadi momok bagi kita semua, khusunya Pemuda.

Semoga Hari Sumpah Pemuda, kembali mengajak kita apa itu Sumpa.? Dan Apa itu pemuda.

Penulis adalah Masyarakat Pinggiran Kota Bengkulu.

Awang Konaevi

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page