Yanes Yosua Frans Sebut Menteri ATR Gagal Menjalankan Reforma Agraria

Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adalah lembaga pemerintah nonkementerian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BPN dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015.

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo fungsi dan tugas dari organisasi Badan Pertanahan Nasional dan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum digabung dalam satu lembaga kementerian yang bernama Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Pada tanggal 27 Juli 2016 jabatan Kepala BPN dipangku oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menggantikan Ferry Mursyidan Baldan dan pada Periode kedua Presiden Joko Widodo, tepatnya tanggal 23 Oktober 2019 Beliau masih dipercaya untuk kembali menjabatnya..

Visi dan misi Presiden Joko Widodo dalam Periode keduanya adalah Percepatan Reforma Agraria dan Pemberantasan Mafia Tanah. Inilah dua tugas Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil yang mendapatkan nilai merah. Capaiannya benaran anjlok jauh dari target. Miskin terobosan dan semakin terbawa arus sehingga kembali lagi menjadi kebiasaan lama (business as usual) membuat agenda Reforma Agraria di tangan Menteri Sofyan sudah kehilangan momentum. Tidak ada alasan bagi Presiden Jokowi untuk mempertahankan Menteri Sofyan lebih lama lagi.

Pejabat Pembuat Akta Tanah seyogiyanya adalah tugas dan fungsi kantor BPN. Maka PPAT sesungguhnya adalah mitra BPN sebagai perpanjangan tangan untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Namun tugas mulia tersebut seiring waktu menjadi seperti hubungan transaksional pragmatis. Bahkan ditengarai banyak modus mafia tanah yang melibatkan oknum PPAT.

Satu contoh, saksi PPAT dalam praktiknya disalahgunakan sebagai kamuflase yaitu saksi pembenar yang salah untuk memenuhi syarat formalitas suatu Akta Jual Beli tanah, sesungguhnya saksi itu tidak pernah melihat di mana objek jual beli tanah tersebut berada.

Idealnya, pihak–pihak yang tanahnya berbatasan dengan tanah objek jual beli tanah itu, yang patut dan benar sebagai saksi dalam setiap pembuatan Akta Jual Beli.

Kementerian BPN pun seolah–olah menutup mata terhadap masalah Akta Jual Beli Tanah yang sudah banyak dibatalkan oleh pengadilan. Seharusnya Menteri Sofyan melakukan evaluasi dan kajian berdasarkan fakta sehingga membubarkan PPAT dengan cara mencabut semua peraturan yang terkait dengan PPAT.

Belum lagi banyak kasus ditemukan di pusat maupun daerah Kementerian ATR BPN yang diduga membela kepentingan para Mafia Tanah di Indonesia. Seperti tidak berani mengeksekusi keputusan incracht dari Mahkamah Agung, Keputusan Tetap PTUN yang didiamkan dan bahkan Peta yang sudah dibuat ATR BPN untuk kepemilikan masyarakat dengan mudahnya di rampas oleh para Mafia Tanah Indonesia..

Dengan fakta-fakta diatas yang menggambarkan tidak berjalannya visi misi Presiden tentang Reforma Agraria dan Pemberantasan Mafia Tanah maka sewajarnya banyak pihak yang menginginkan Sofyan Djalil di ganti secepatnya..

Pergantian Menteri ATR BPN diharapkan kepada Bapak Presiden tidak mengambilnya dari Orang-orang yang selama ini bekerja di Kementerian ATR BPN. Jika dianalogikan Orang-Orang di Kementerian tersebut adalah sebuah sapu, harapan masyarakat yang dapat membersihkan Kementerian ATR BPN adalah sapu yang bersih. Untuk itu Presiden sangat diharapkan dapat mengangkat Seorang Menteri yang punya jejak kinerja yang bersih, loyal, punya kapabilitas, profesional dan dedikasi yang tinggi untuk mengaudit seluruh kinerja ATR BPN selama ini..

Penanganan Reforma Agraria dan Pemberantasan Mafia Tanah di Indonesia sesuai visi misi Presiden harus dilakukan dengan cara yang luar biasa..

Hal ini tersirat dari yang disampaikan Bapak Yanes Yosua Frans, seorang Relawan Militan Jokowi yang juga merupakan Koordinator Lapangan Nasional Forum Korban Mafia Tanah Indonesia saat Dengar Pendapat di Gedung Nusantara V DPR MPR RI tanggal 15 Desember 2021

Selain mengganti Menteri ATR BPN Softan Djalil, Out of the box atau extra ordinary istilah yang sering diucapkan untuk mewujudkan visi misi Presiden tersebut adalah dengan keluarnya Kepres atau Perpu terkait pembentukan Komisi Pemberantasan Mafia Tanah Indonesia..

Komisi Pemberantasan Mafia Tanah Indonesia (KPMTI) ini bertanggung jawab dan langsung di bawah Presiden. Diisi oleh orang-orang independen yang di percaya Presiden..

Tidak boleh ada orang-orang yang mempunyai kepentingan dengan partai politik atau berafiliasi dengan partai politik manapun dan tidak boleh ada orang-orang yang mengutamakan kepentingan dengan kepentingan Institusi Negara lainnya, karena banyaknya kasus tanah yang awalnya mengatasnamakan kepentingan Institusi Negara untuk merampas hak Rakyat yang pada akhirnya di jual kepada Mafia..

Dalam bekerja, Komisi Pemberantasan Mafia Tanah Indonesia Mengutamakan Konsep Adu Data Alas Hak Awal Surat dalam menyelesaikan Permasalahan Tanah dan harus berlandaskan UU Agraria No 5 Tahun 60.

Komisi Pemberantasan Mafia Tanah Indonesia juga harus Melibatkan Kementerian Dalam Negeri, ATR BPN, Kementerian BUMN, Kementrian Keuangan, Kementerian KLH, Menteri Aparatur Negara, KPK, Kemenhukam, dan para mahasiswa di Seluruh Indonesia..

Penyelesaian permasalahan Tanah tanpa ada Proses Pengadilan dengan adu data tersebut dilakukan di ruang terbuka disaksikan para Mahasiswa dan dapat dilakukan di setiap universitas yang ada di daerah, sesuai permasalahan tanah yg di daerah tersebut..

Dan terakhir, apa yang menjadi keputusan Komisi Pemberantasan Mafia Tanah merupakan keputusan Final yang mengikat. Tidak boleh ada proses hukum lainnya dan Kementerian ATR BPN harus segera menerbitkan Sertifikat agar permasalahan selesai.

(AA/171221)

Rekomendasi

Ruangan komen telah ditutup.

You cannot copy content of this page