Terlena Kuda, Ratusan Nampan Nasi Kebuli Harus Disantap Tanpa ‘Rasa’

Hahahahahhaa….begitu kata Sang Wali Kota saat disuguhi pertanyaan ‘nakal’ terkait rencana Pemprov Bengkulu hibahkan 1,4 miliar untuk bantu konflik SD 62 Kota Bengkulu. Sebuah narasi penuh misteri, bisa berarti lucu karena “hahahahaha” adalah lisan jenaka yang keluar saat otak tersindrom jaringan saraf kebahagian. Demikian pula sebaliknya, mungkin saja bermakna Cemooh, ejekan karena lisan tidak selalu bermakna fonetik tapi konteks juga bisa menjadi faktor dominan dalam makna.  

Dua hari lalu (10 Agustus 2019), Balai Kota kembali merilis narasi ‘perang’ dengan membuat statement sanggah yang liar hingga seantero jagat maya menjadi heboh “Pemkot Tidak Pernah Menurunkan Patung Kuda” demikian judul rilis pemkot, Buzzer, loyalis menyambut mesiu berapi-api, menghebohkan dunia maya. Sontak saja rilis bagai obat kuat baru bagi para buzzer, mereka serentak menyiapkan kuali besar untuk menggoreng sampai gosong.

Awalnya pemprov tak begitu menggubris isu tersebut, namun setelah hampir sepekan ‘di cap menghilangkan patung kuda secara paksa, tanpa izin dan pemberitahuan’, akhirnya pihak pemprov memberikan klarifikasi menohok.

Pengakuan Pemkot yang tak tahu soal patung kuda dijawab selembar surat berisi dukungan pembangunan Patung Kuda, bertandatangan Helmi.

Iskandar ZO Kadis Sosial Pemprov Bengkulu sekaligus Jubir pemprov (masalah patung) membantah seluruh argumentasi pemkot yang dituangkan pemkot dalam rilis. Pemprov pun membocorkan selembar kertas ber-kop pemerintahan yang berbubuh tanda tangan H. Helmi, Pemkot sudah setuju soal kuda. Dulu pas Rapat pihak kota  hadir, Terang Lulusan S2 Program Magister Admistrasi Publik, Universitas Gadjah Mada Ini.

Tak mau kehilangan muka dan cita rasa Nasi Kebuli ala Sang Wali Kota, para buzzer, ganti topik, “Pembangunan Patung tak sesuai dengan cita-cita Bengkulu religi, label dosa pun ditempelkan. Ehmmm, selama ini kemana saja, Kok diam, bukankah kuda dan monumen Ibu Negara, sama-sama seni patung,,,, tapi sudahlah. 

Dibalik Panggung, elit membahas isu itu dengan cara rapat diperluas. Beberapa lapak obrolan komunitas melek politik menyimpulkan masalah tersebut pada kata ‘politik’ yang memang sering menjadi kesimpulan akhir dari sesuatu klausal masalah. “Itu Soal Pilgub” begitu ucapan yang ramai terdengar. Publik memperluas isu kearah pilgub haruslah dimaklumi karena memang provinsi ini tak lama lagi akan menggelar pilgub. Kata KPU September mendatang tahapannya bakal dimulai.  

Lantas apa sambungnya pilgub dengan patung kuda yang dicopot kemudian diganti dengan patung ibu negara pertama, Fatmawati.? Itulah hebatnya politik, selembar daun jatuh pun bisa menjadi wadah untuk menampilkan ‘orasi kerakyatan’ apalagi sekelas Patung Kuda yang memang menjadi pusat perhatian. Bagi penganut mazhab politik kekuasaan, setiap peristiwa adalah election effect namun tidak bagi mereka penganut politik moderat yang menampilkan karya sebagai wadah election effect

Pada kasus Patung Kuda, pemprov seolah sedang menganut ideologi permainan bola ala Italia yang defensif sedangkan pemkot sedang membuat permainan Offensive (menyerang Habis-habisan) ala Inggris dan sejarah mencatat permainan bola ala Italia telah menghantar negara itu 4 kali juara dunia sedangkan Inggris hanya sekali. Kalaulah pilgub ibarat sistem kompetisi dalam permainan bola maka kuda-kudaan jelang pilgub akan terus berlanjut, meski ratusan Nampan Nasi Kebuli yang terkenal lezat itu harus disantap tanpa ‘rasa’. (Tulisan Sebelumnya Dimuat di https://www.bengkuluinteraktif.com/kuda-kudaan-jelang-pilgub)

 

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page