Pelayanan Publik Berkualitas Harus Didukung Komitmen Kepala Daerah

Nusantaraterkini.com

oleh

Irsan Hidayat, S.IP

Asisten Pratama Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu

Tujuan kebijakan otonomi daerah salah satunya mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas,yakni cepat, ramah, tidak diskriminasi dan memiliki kepastian waktu serta biaya. Setelah lebih satu dasawars aotonomi daerah bergulir, apakah tujuan itu terwujud
Saya yakin mayoritas masyarakat sebagai user atau pengguna pelayanan dari pemerintah dan pemerintah daerah sepakat menjawab belum. Tanpa perlu disajikan data, berbagai jenis produk pelayanan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, BUMN dan BUMD masih mengecewakan, lamban dan berbelit-belit, tidak ada kepastian mengenai waktu penyelesaian (produk pelayanan) serta tidak transparan mengenai besaran biaya (atau gratis). Belum lagi oknum birokrat di instansi pelayanan publik bersikap acuh tak acuh, kadang meremehkan dan tidak ramah kepada masyarakat yang sedang berurusan. Bahkan untuk menunaikan kewajiban membayar pajak saja, masyarakat harus bersusah payah dan dikecewakan oleh mereka yang nantinya “hidup” dari pajak. Dr. Hardiyansyah dalam bukunya berjudul, “Kualitas Pelayanan Publik” (2011) menyatakan pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai regulator atau pembuat aturan dan sebagai pemegang monopoli layanan. Sehingga sikap pemerintah daerah menjadi statis dalam memberikan layanan, karena memang (produk) layanannya diperlukan oleh masyarakat. Masih menurut Hardiansyah, peran ganda sebagai regulator dan pemberi layanan inilah salah satu faktor penyebab buruknya pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah daerah.Dari sisi masyarakat dan organisasi yang memerlukan layanan tidak memiliki daya tawar, karena produk layanan yang dibutuhkan hanya ada atau satu-satunya diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Dalam keadaan tertentu, masyarakat terpaksa menerima perlakuan kurang mengenakkan dari aparatur penyelenggara pelayanan. Pada konteks ini juga diskriminasi layanan masyarakat berduit dilayani dengan baik) dan pungutan liar mulai mewabah, karena dianggap saling menguntungkan. Terlaksananya pemerintahan yang baik diperlukan kepemimpinan yang efektif dengan memiliki integritas tinggi, yakni didalam diri seorang KepalaDaerah memiliki komitmen sebagai pelayan (servant leader) yang bertanggungjawab kepada masyarakat (public accountability). Surjadi (2009:100-101) menyatakan, seseorang dapat mencapai sukses, apa bila Ia mampu mengembangkan semangat “pelayan”. Ia akan melaksanakan pelayanan dengan sebaik-baiknya, semakin banyak yang dilayani berarti semakin Ia dibutuhkan masyarakat. Semakin banyak orang membutuhkan, Ia telah dipercaya orang banyak, itu berarti Ia berpengaruh besar, Ia dipilih orang banyak atau masyarakat.
Pengaruh disini bukan berarti menguasai tapi kemampuan mengembangkan partisipasi orang lain. Pemimpin seperti inilah menurut Surjadi merupakan pemimpin yang efektif dan sukses.Konsep kepemimpinan seperti ini bukan hanya berlaku bagi Kepala Daerah, tapi juga bawahannya atau pemimpin birokrasi seperti Sekretaris Daerah, KepalaDinas, Kepala Biro, Kepala Kantor, Kepala Bagian, Camat, Lurah dan sebagainya. Menggantungkan harapan kepada Kepala Daerah agar penyelenggaraan pelayanan publik menjadi berkualitas bukan hal berlebihan. Pemilihan Umum Kepala Daerah dimaksudkan agar Kepala Daerah yang dipilih secara langsung dapat memastikan masyarakatnya terlayani dengan baik, menjamin pemekaran daerah betul-betul memangkas rentang jarak pelayanan, sehingga pembangunan daerah yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat terwujudkan. UU No. 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan “penuh” bagi daerah dengan Kepala Daerah sebagai pucuk pimpinan untuk mengatur dan mengelola daerahnya. Komitmen Kepala Daerah untuk mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas semakin mudah dengan dikeluarkannyaUndang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang PelayananPublik. Jauh sebelum UU tersebut lahir, berbagai Peraturan tentang perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik telah dikeluarkan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Namun semuanya telah terinklud di dalam UU Pelayanan Publik. Hematnya, menjalankan UU Pelayanan Publik beserta aturanturunannya akan sangat membantu Kepala Daerah mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas. Kepala Daerah juga harus menggunakan prinsip the right man on the right place/job dalam menempatkan pemimpin birokrasi, karena instansi pelayanan publik membutuhkan pemimpin yang mampu memberikan pelayanan maksimal dan mampu mengembangkan partisipasi bawahannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sudah sepatutnya paradigma pelayanan publik berorientasi pada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna layanan. Keluhan masyarakat atas pelayanan pemerintah yang disampaikan melalui unit pengaduan yang dibentuk di instansi pelayanan publik (bila ada) dan lembaga Negara pengawas pelayanan publik (Ombudsman Republik Indonesia), dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan pelayanan publik kedepan. Demi kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat. (**)
Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page