Paradigma Hari Lahir Pancasila

Penulis : HG Sutan Adil – Anggota Media & Kepentingan Publik
Editor : Halomoan Sirait – Anggota Media & Kepentingan Publik

Labuhan Batu (06/21): Sejak di tetapkannya tanggal 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila dan juga disertai sebagai hari libur nasional dengan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016, maka banyak sekali kontroversi yang timbul dan setiap tahunnya menjadikan setiap tanggal 1 juni tsb semacam diskursus dalam memahami sejarah lahirnya Pancasila. Terutama Paradigmanya (kerangka berfikir).

Pancasila sebagai dasar negara memiliki sejarah yang tak lepas dari proses kemerdekaan Indonesia. Proses itu berlangsung mulai dari sidang dokuritsu junbi chosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sampai sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai setelah Indonesia merdeka.

Terdapat tiga puluh tiga pembicara selama empat hari sidang pertama BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945) dengan pembahasan mengenai dasar Negara. Diawal sidangnya Mr. Moh. Yamin mengusulkan dasar negara dalam pidato tidak tertulisnya dalam sidang pertama BPUPKI, yaitu; Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.

Selanjutnya, setelah selesai berpidato itu, Mr. Moh. Yamin juga mengusulkan gagasan tertulis naskah rancangan UUD RI yang tertuang rumusan 5 dasar, yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradab.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Diakhir sidang BPUPKI, Ir. Soekarno mengusulkan lima poin sebagai konsep dasar negara yang dinamakannya Pancasila (diambil dari Buku Sutasoma, karangan Mpu Tantular), yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Dari kelima konsep diatas menurut, Ir. Soekarno dapat juga diperas menjadi Trisila, yaitu Sosio nasionalisme, Sosio demokrasi, dan terakhir Ketuhanan. Namun untuk selanjutnya oleh Ir. Soekarno, berpendapat tiga hal tersebut juga masih bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.

Namun konsep beliau dan konsep tentang Trisila dan Ekasila justru tidak dapat diterima oleh tim perumus dasar Negara, yang dikenal sebagai Tim Sembilan di sidang BPUPKI, yang berisi Soekarno sendiri, Mohammad Hatta, Marami Abikoesno, Abdul Kahar, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, dan Wahid Hasjim.

Panitia Sembilan ini melakukan sidang pertama pada 22 Juni 1945. Sidang tersebut pada akhirnya menghasilkan kesepakatan dasar negara. Panitia Sembilan berhasil menyusun naskah yang disebut Rancangan Preambule Hukum Dasar. Mr. Moh. Yamin mempopulerkan naskah rancangan itu dengan nama “Piagam Jakarta” yang di dalamnya tercantum rumusan dasar negara sebagai berikut:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BPUPKI melakukan sidang kedua (10-16 Juli 1945) dengan pembahasan berupa lanjutan hasil kerja Panitia Sembilan dan berhasil menghasilkan:

1. Kesepakatan dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila seperti yang tertuang dalam Piagam Jakarta.

2. Negara Indonesia berbentuk negara Republik. Ini merupakan hasil kesepakatan atas 55 suara dari 64 orang yang hadir.

3. Kesepakatan mengengai wilayah Indonesia yang meliputi wilayah Hindia Belanda, Timor Timur, sampai Malaka (Hasil kesepakatan 39 suara).

Setelah selesai melaksanakan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 9 Agustus 1945 yang kemudian dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). PPKI bertugas mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia dengan tujuan utama mengesahkan dasar negara dan UUD 1945. Paniniat ini diketua oleh Ir. Soekarno, wakil ketua Moh. Hatta dan jumlah anggota 21 orang.

Pada 18 Agustus 1945, PPKI melakukan persidangan pertama dan berhasil menetapkan :

1. Penetapan Pembukaan Hukum Dasar (sekarang disebut Pembukaan UUD 1945) yang di dalamnya memuat rumusan sila Pancasila sebagai dasar negara. Dalam hal ini Pancasila telah disahkan sebagai dasar negara.

2. Pemilihan dan menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden RI yang pertama.

3. Presiden dibantu oleh KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dalam melakukan tugas-tugasnya.

Dari runut sejarah diatas, dapatlah disimpulkan ada empat tanggal yang sangat menentukan tentang hari lahirnya Pancasila, yaitu ;

1. 29 Mei 1945 saat Mr Moh. Yamin pertamakali mengusulkan Konsep tentang Dasar Negara
2. 1 Juni 1945 saat Mr Sukarno menelurkan prasa atau kata Pancasila sebagai Nama Dasar Negara
3. 22 Juni 1945 saat BPUPKI meresmikan Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara
4. 18 Agustus 1945 saat PPKI mengesahkan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Sejak zaman orde baru dan sekarang ini, kontroversi tentang hari lahir Pancasila terus berlangsung tak hentinya dengan sudut pandang masing masing. Padahal prakteknya dari konsep Pancasila itu sendiri jauh dari sila silanya, yang terjadi justru penuh dengan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekejaman, penindasan dan penginjakinjakan hak asasi manusia; penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme; penuh dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakantindakan yang anti-demokrasi dan a-nasional.

Hari hari terakahir ini, adanya gonjang ganjing pemberhentian karyawan KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Ada 75 karyawan yang dianggap tidak lulus dalam sebuah test wawasan kebangsaaan. Bukan masalah lulus dan tidak lulus kata mereka, tetapi yang lebih parah adalah mereka menjadi merasa terhina dan dianggap tidak Pancasilais. Apalagi jika benar terjadi bahwa pelantikan karyawan yang di nyatakan lulus itu dilakukan tepat tanggal 1 Juni 2021 ini, maka tepatlah perasaan yang di rasakan, bahwa yang tidak dilantik tsb akan ter-labeling tidak Pancasilais (versi Sukarno, barangkali..)

Kesemuanya itu akhirnya membawa bangsa ini serba terpuruk dan mengalami krisis di segala bidang (krisis multidimensional) yang menyengsarakan rakyat dan mengancam kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang sangat jauh dari cita-cita segenap bangsa Indonesia dan yang ada dalam sila sila Pancasila itu sendiri.

Jadi konsep Pancasila versi Mr Sukarno, bukanlah konsep Pancasila hasil BPUPKI, apalagi jika diperas2 menjadi Trisila dan Ekasila. Anehnya justru konsep Pancasila versi Sukarno ini akan dipaksakan pelaksanaannya dengan menerbit kan RUU Haluan Ideolodi Pancasila (HIP) dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BI) oleh Partai PDIP dan Rezim yang memang sedang berkuasa saat ini.

Pada kesempatan Hari Jadi Pancasila versi Pemerintah saat, sebaiknya kita tinggalkan kontroversi dan keinginan untuk mengkultuskan seseorang dengan kekuasaan yang dimiliki. Anggaplah kebijakan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 ini sudah benar bahwa 1 Juni adalah hari lahirnya prasa atau kata Pancasila, tetapi juga dengan menetapkannya sebagai hari libur nasional adalah sedikit bermasalah, karna ke-efektif-an hari libur saat ini kurang bermanfaat dan membuang waktu yang diperlukan dalam meningkatkan perekonomian. Hal ini berbeda jika memang ada hubungannya dengan hari libur keagamaan dan menyangkut masyarakat umum.

Paradigma diatas haruslah menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup yang fleksibel dan tidak kaku (rigid) dalam menghadapi persoalan dizaman dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bogor, 01 Juni 2021

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page