Mengenang Rohana, Kepsek yang Gaji Guru Honorer dari Kantong Pribadi

BENGKULU – 25 November, acap kali dihiasi upacara sebagai bentuk penghormatan untuk guru-guru yang telah tiada dan meninggalkan sejuta kenangan haru bagi siswa-siswinya, pun untuk seluruh guru yang sudah memasuki masa Purna Bakti atau yang hingga kini masih berjuang membentuk generasi muda yang berilmu, berakhlak, dan budiman.

Sosok Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang hingga kini masih harum akan perjuangannya di dunia pendidikan namun tak banyak dikenal ialah Almarhumah Rohana Binti Akik atau kerap disapa Ibu Rohana. Ia merupakan pegawai golongan 2A yang lahir pada 18 Agustus 1928, mengabdikan dirinya di dunia pendidikan Kotamadya Bengkulu.

Walaupun hanya golongan 2A, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk ibu Rohana diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh pemerintah pada masa itu, karena cukup membutuhkan waktu untuk penyesuaian ijazah.

“Ibu itu PNS terakhir golongan 2A, karena ibu itu lama baru diangkat jadi PNS,” kenang anak bungsu Ibu Rohana, Darmi Eliyanti Ali pada Senin (25/11).

Bermodalkan guru dengan golongan kecil, Ibu Rohana bersama sang suami M.Ali Sayfwi yang saat itu bekerja di kantor Agama membesarkan delapan orang anaknya dan berhasil menyelesaikan studi ke delapan anaknya hingga tamat SLTA.

Tidak hanya mengajar di kelas, Ibu Rohana juga mengabdikan dirinya sebagai guru ngaji, kesehariannya sepulang mengajar ialah berkeliling mengajar ngaji menggunakan sepeda, karena itu sosoknya menjadi Ibu yang sangat disegani, bukan hanya oleh anak-anak kandungnya namun juga anak-anak yang telah merasakan bimbingan di kala itu.

Di tempat berbeda, putri sulung Ibu Rohana, Rosnely Ali yang juga mengikuti jejak sang ibu sebagai guru menjelaskan secara singkat potret sang Ibu. Dimata dirinya dan ketujuh adiknya Ibu adalah sosok yang supel,giat bekerja,dan tegas.

”Ibu orangnya gampang bergaul, semasa hidupnya dia menjadi panutan dan inspirasi untuk orang banyak,ibu juga selalu memberi nasehat kepada kami, karena itu dulu rumah kami walaupun hanya rumah tinggi berpapan tapi selalu ramai oleh murid-murid ibu, terlebih waktu maghrib ramai yang sholat berjamaah dirumah terus ngaji bersama,” ujar Rosnely.

Perjalanan hidup serta perjuangan Ibu Rohana tidak cukup sampai disitu, sekira tahun 1966 ibu Rohana ikut serta mendirikan Sekolah Dasar Muhammadiyah pertama di Kotamadya Bengkulu tepatnya di Kelurahan Pasar Bengkulu kini. Dengan rasa ikhlas dan tulus, sebagian gajinya ia sisihkan untuk menggaji guru-guru yang saat itu mengajar di SD Muhammadiyah.

“Ibu itu pagi-pagi ngajar di SD Muhammadiyah baru siangnya beliau ngajar di SD Negeri 12 dan SD 3,” tutur Rosnely.

Berkat kegigihan dirinya mendidirikan taman pendidikan dan berhasil membesarkan kesembilan putra-putrinya, Ibu Rohana tiga kali berturut-turut menerima penghargaan sebagai ibu teladan.

Pertama ditahun 1973 Ibu Rohana meraih penghargaan sebagai ibu teladan tingkat nasional, dirinya pun berangkat ke Jakarta untuk menerima penghargaan langsung dari Presiden Soeharto.
Sekitar tahun 1980 dan tahun 1986 Ibu Rohana kembali meraih penghargaan sebagai ibu tauladan tingkat kotamadya Bengkulu, namun tidak bisa direkomendasikan ke tingkat Provinsi karena pada saat itu dirinya sudah pernah meraih juara di tingkat Nasional.

Ibu Rohana menghembuskan nafas terakhir pada 19 April 1990 karena sesak nafas yang dideritanya.
Perjuangan Ibu Rohana Sang Fajar Pendidikan juga tak lepas dari dorongan Suami. Sang Suami dulu selain bekerja di kantor Agama juga pernah melancong ke Pulau Enggano guna menyebarkan Agama Islam, M.Ali Syafwi pun juga ikut terjun ke dunia pendidikan dengan menjadi guru agama, dan pernah juga menjadi camat di kantor agama.

Demikian kisah Ibu Rohana, Fajar yang mungkin seiring waktu namanya mulai memudar bahkan tak banyak dikenal orang, namun tidak bagi anak, cucu, cicit beliau, serta orang-orang yang menjadi saksi perjuangannya. Ibu Rohana tetaplah berlian yang semakin lama semakin bersinar seiring kisah perjuangannya yang tetap melekat di hati sanubari orang-orang yang mengenal beliau sangat dekat.

“Salah satu kata-kata ibu yang paling kami ingat. Bahwa dirinya dan Aba tidak bisa memberi warisan berupa harta berlimpah untuk anak-anaknya, tapi warisan yang ia dan Aba tinggalkan hanyalah nasehat dan ilmu yang sampai kapanpun tidak akan pernah habis, dan bisa kami beri juga untuk anak dan cucu kami kini,” tutup Rosnely.

Selamat hari Guru

Penulis: Maya Hardianti

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page