Langgar Pelayanan Publik, ASN Bisa Diberhentikan

Irsan Hidayat/Nusantara Terkini

oleh

Irsan Hidayat, S.IP

Asisten Pratama Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu

Tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang menyelenggarakan pelayanan publik prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif, (pembukaan penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik).

Perwujudan nyatanya yakni penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan seluruh aspek masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, perizinan, dan sebagainya secara cepat, tepat, mudah, ramah, murah (bahkan gratis), keterjangkauan (jarak waktu), terbuka, profesional, kepastian hukum, kepentingan umum dan partisipatif, inilah yang disebut dengan Pelayanan Publik yang Prima.

Pelayanan publik sendiri dalam penyelenggaraan negara secara sederhana diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan pelayanan kepada masyarakat atas barang, jasa, dan/atau administratif yang diberikan serta disediakan oleh pemerintah. Sebuah hubungan timbal balik antara pemerintah sebagai lembaga birokrasi memiliki fungsi memberikan pelayanan, dan masyarakat sebagai pemberi mandat berhak atas pelayanan prima dari pemerintah. Mesin dari birokrasi tentu para birokrat atau yang saat ini dikenal sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), sang abdi dan pelayanan masyarakat.

Namun sangat disayangkan, mayoritas ASN terutama para penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik belum bisa merubah kultur dan mindset kolonialisme bahwa ASN lah yang dilayani, bukan melayani. Padahal UU Pelayanan Publik (18 Juli 2009) secara jelas dan tegas telah mengatur konsepsi sistem pelayanan publik yang berisi nilai, persepsi, dan acuan prilaku penyenggara dan pelaksana (ASN). Sanksi yang diatur dalam UU ini bagi ASN tidaklah ringan, selain pidana, untuk pelanggaran tertentu, penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik dapat diberhentikan sebagai ASN.

Terdapat banyak bentuk sanksi yang diatur dalam UU Pelayanan Publik, seperti misalnya teguran tertulis, pembebasan dari jabatan, penurunan gaji, penurunan pangkat, dan sebagainya. Tulisan ini hanya menjabarkan tentang Sanksi berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak hormat ASN yang bersumber dari UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Pada Pasal 54 ayat (8), secara utuh berbunyi “Penyelenggara atau pelaksana pelayanan publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, dan Pasal 33 ayat (3) dikenai sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri”. Dalam pasal penjelasan, diterangkan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri diartikan bagi pegawai negeri (ASN) adalah kehilangan statusnya sebagai ASN, bagi pelaksana di luar ASN pengenaan sanksi disamakan dengan ASN.

Berikut bunyi aturan-aturan yang dilanggar ASN dapat dikenakan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. Pasal 15 huruf a mengatur kewajiban penyelenggara untuk menyusun dan menetapkan standar pelayanan. Pasal 20 ayat (1) menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Dalam pasal penjelasan diterangkan tentang kemempuan penyelenggara berupa dukungan pendanaan, pelaksana pelayanan publik, sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan.

Standar pelayanan minimal sendiri memiliki 14 komponen, antara lain terpenting bagi publik yakni persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif dan produk pelayanan. Contoh komponen ini wajib disusun dan ditetapkan oleh penyelenggara pelayanan publik serta diumumkan dan dipajang secara terbuka dan/atau mudah diakses oleh masyarakat sebagai pengguna layanan pada Kantor pelayanan publik (SKPD, UPTD dan sejenis lainnya).

Pasal 26 mengatur bahwa penyelenggara pelayanan publik dilarang memberikan izin dan/atau membiarkan pihak lain menggunakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik tidak berfungsi atau tidak sesuai dengan peruntukkannya. Pasal 33 ayat (3) menyebutkan penyelenggara pelayanan publik dilarang membiayai kegiatan lain dengan menggunakan alokasi anggaran yang diperuntukkan pelayanan publik.

Kemudian pemberhentian tidak dengan hormat diatur dalam Pasal 54 ayat (9), yang berbunyi “Penyelenggara atau pelaksana pelayanan publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (1) dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat”. Diterangkan dalam pasal penjelasan bahwa pemberhentian tidak dengan hormat bagi pegawai negeri (ASN) diartikan kehilangan statusnya sebagai ASN, bagi pelaksana diluar ASN pengenaan sanksi disamakan dengan ASN.

Aturan yang dapat disangkakan kepada ASN sehingga dapat diberhentikan tidak dengan hormat yakni Pasal 27 ayat (1) yang menjelaskan bahwa saham penyelenggara pelayanan publik yang berbentuk BUMN dan BUMD yang berkaitan dengan pelayanan publik dilarang dipindahtangankan dalam keadaan apapun, baik langsung atau tidak langsung melalui penjualan, penjaminan atau hal-hal yang mengakibatkan beralihnya kekuasaan menjalankan korporasi atau hilangnya hak-hak yang menjadi milik korporasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 49 ayat (1) menyebutkan dalam hal melakukan pemeriksaan materi penyelenggara pelayanan publik wajib menjaga kerahasiaan.

Penjabaran di atas sangat tegas dan mudah dipahami oleh ASN atau para penyelenggara dan pelaksana pelayanan publik, khususnya Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Bengkulu. Apa yang dijabarkan ini hanya segelintir dari 62 Pasal yang termuat dalam UU Pelayanan Publik. Sepantasnya UU Pelayanan Publik menjadi bacaan wajib kemudian dipahami dan diaplikasikan oleh ASN, termasuk seluruh elemen masyarakat.

Dalam prakteknya, penyelenggara serta pelaksana dan masyarakat selaku pengguna layanan memiliki acuan atau dasar yang sama untuk mengetahui hak dan kewajiban masing-masing agar terjadi sinergitas, demi terselenggaranya pelayanan publik berkualitas sehingga terwujud kesejahteraan di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

//Rekomendasi Mengikat Ombudsman RI

Ombudsman RI adalah lembaga negara pengawas penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD. sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, peran Ombudsman RI tidak terlepas dari terlaksananya UU Pelayanan Publik.

Karena Ombudsman RI diberi kewenangan, tugas dan fungsi tambahan dari UU pokoknya (Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI), terutama dalam menerima hingga penyelesaian pengaduan/komplain masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan publik yang buruk. Salah satu bentuk penyelesaian laporan yang dimiliki Ombudsman RI adalah Rekomendasi. Rekomendasi Ombudsman RI merupakan kesimpulan dan pendapat Ombudsman RI mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan Terlapor dan atasan Terlapor, dari hasil temuan Maladministrasi yang telah terjadi atas suatu laporan dan/atau own motion investigation (investigasi atas inisiatif sendiri tanpa ada laporan masyarakat).

Dalam konteks tulisan ini, bila memenuhi unsur pelanggaran sebagaimana diatur dalam UU Pelayanan Publik, bisa saja Rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman RI berupa pemberhentian ASN dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian ASN tidak dengan hormat. Dan Pasal 38 ayat (1) UU 37 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman RI.

Laporkan bila mengalami atau melihat pelayanan buruk atas penyelenggaraan pelayanan publik. Alamat kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu, Jalan Raflesia No. 30 Kelurahan Nusa Indah Kota Bengkulu, telp. 0736-20730 atau melalui sms pengaduan 08117301144, Gratis tanpa ada pungutan biaya dan identitas pelapor dapat dirahasiakan. Berani lapor itu baik! Ombudsman RI, melayani tanpa pamrih, megawasi tanpa berpihak. (**)

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page