Jihad ‘Merdeka’ Di Belantara Rimba Aceh Timur

Aceh Timur – Ali (40) ketua Yayasan Merdeka Desa Tampur Paluh, kecamatan Simpang Jernih Kabupaten Aceh Timur, sore dua hari lalu; bergeming diantara dinding kayu sekolah Swasta SMP Merdeka miliknya, yang terlihat sudah mulai keropos dimakan usia. 

Asanya belum kesampaian untuk membangun ‘menara gading’ di desa terisolir itu, upaya membebaskan anak-anak dari degradasi kebodohan aksara. Usahanya sudah cukup namun belum membuahkan hasil. 

“Coba bapak lihat bangunan SMP ini, bersekat tapi tidak berdinding, berdinding tapi tidak selayaknya sekolah yang ada, tapi kami bahagia, ini jihad kami untuk membebaskan diri dari cengkraman kebodohan”, tegas Ali kepada nusantaraterkini.com dalam suatu bincang. 

Siswanya tak banyak, hanya 45 orang saja saat ini, kelas dua dan kelas satu. Mengingat keterbatasan Ruang Kegiatan Belajar (RKB). Sekolah SMP Merdeka hanya berukuran 4 x 8 meter saja. Tidak ada kursi layak di sekolah itu, papan tulis bagus, meja guru yang rapi dan lemari indah, terlihat hanya buatan hasil karya mereka sendiri dengan ala kadarnya atas swadaya masyarakat setempat. 

Waktu tempuh jalur air, dari kota Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang ke SMP Merdeka, tujuh jam perjalanan menyusuri DAS Sungai Tamiang dengan menumpangi boat yang ada di Pelabuhan Kota. Menuju pedalaman ujung barat kabupaten Aceh Timur; Perjalanan cukup melelahkan dan menyita banyak waktu. 

Ditambah dengan jalan kaki selama kurang lebih satu jam, menembus hutan-hutan kecil dengan topografi berbukit-bukit, membuat orang yang akan ke SMP Merdeka itu berpikir jika ingin melihat kondisi anak usia sekolah yang ada di sana itu sangat ‘centang perenang’

“Ini tantangan bagi kami, untuk membebaskan mereka dari jeritan kebodohan. Siapapun yang datang kemari, kita minta untuk mengajarkan ilmu atau pengalaman dibidangnya masing-masing, disamping kita tidak meninggalkan kurikulum yang ada”, kata Ali. 

Agaknya sebutan SMP Merdeka, adalah ungkapan hiperkorek perjuangan Yayasan Merdeka dalam meraih sukses. Berjihad untuk merdeka dan membebaskan anak-anak dari kebodohan dan buta huruf. Lalu, hanya orang-orang bernyali dan berjiwa adventure yang bisa sampai kesana. Tak ada yang kita dapati disana, hanya kepuasan jiwa, saat kita bisa berbagi ilmu dengan anak-anak usia sekolah di desa Tampur Paloh itu. 

Butuh Spirit Perjuangan Bagi Para Pencari Ilmu

Harapan anak-anak disana bisa layak belajar, sekarang mereka tidak fokus layaknya anak-anak sekolah yang ada di kota, dekat dengan Informasi Teknologi (IT), sementara anak-anak di desa Tampur Paloh, hanya bisa baca buku sekolah hasil Printout, bukan buku pabrikan. Miris memang kondisinya. 

Begitupun, jebolan SMP Merdeka, sudah ada yang kuliah di USU satu orang, di UNSYIAH satu orang, UNSAM dua orang dan UGM satu orang. Hasil buah tangan Yayasan Merdeka. Seharusnya kita malu, dengan segala keterbatasan mereka, bisa bersaing di pentas nasional dalam tataran dunia pendidikan. 

Lebih ironisnya, ada banyak pejabat Aceh Timur yang membesuk anak-anak di Desa Tampur Paloh tersebut. Namun ‘entah’ apa yang mereka lihat dan rasakan. Tak ada gugatan hati para petinggi itu, merubah keadaan. Bergeming lalu berlalu begitu saja seiring putaran waktu, anak-anak terus terpuruk dengan kondisi mereka. 

“Ada anggota DPRK Aceh Timur yang datang kemari, beberapa waktu lalu, sekitar jam enam-an mereka sampai di SMP Merdeka ini via Lokop dan bermalam disini. Namun keesokan harinya sekitar jam tujuh, mereka langsung balik pulang. Tak ada yang dibicarakan, kita juga tak tahu tujuan mereka kemari itu apa”, jelas Ali. 

Ali hanya bisa berharap, ada pejabat yang tergugah mau merubah paradigma dunia pendidikan di Desa Tampur Paloh ini. Namun ‘entah’ sampai kapan penantian panjang ini dinanti anak-anak usia sekolah yang ada di Yayasan Merdeka ini. 

Pohon Kedondong Pagar Berbuah Energi

Agaknya, usaha Pertamina EP Field Rantau Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang membangun pembangkit listrik dari pohon kedondong pagar tidak sia-sia, riset selama setahun tersebut membuahkan hasil menggembirakan dan sudah bisa dinikmati manfaatnya. 

“Kita buat riset ini sudah terbilang lama, kurang lebih satu tahun, nah…peruntukkan pertama sekali adalah bagi wilayah-wilayah terpencil dan terisolir di Aceh. Tak pelak, Yayasan Merdeka adalah objek pertama yang akan menggunakan energi pembangkit listrik dari pohon kedondong pagar tersebut. Sudah dua kali kita lakukan evaluasi, hasilnya sangat menggembirakan”, kata Pandi Prabudi L&R Asisten Manager Pertamina EP Rantau 

Namun Pandi tidak menyebutkan, dalam 45 batang pohon kedondong pagar berdiameter 9 inci tersebut bisa menghasilkan arus sekian watt dan voltase-nya. Menurutnya belum saatnya itu dikemukakan, terlalu prematur dan masih perlu studi lebih lanjut dari pakar-pakar di UGM. 

Masih Pandi, disebutkan; secercah harapan sudah mulai menggelayut di Yayasan Merdeka desa Tampur Paloh. Sebab tak lama lagi selain SMP Merdeka dan masyarakat yang ada di desa setempat akan menikmati energi listrik alami. 

“Temuan ini sudah kita paten kan, saat ini masih dalam proses di pusat. Dari temuan kita ini, Pertamina EP Field Rantau sudah memperoleh Propert Emas dari Presiden. Saya bangga dengan temuan ini, sebab buah tangan dan hasil karya anak bangsa”, sebut Pandi. 

Bersekat Tapi Tak Berdinding, Berdinding Tapi Terlihat

Secara teknis dan gamblang dijelaskan, Ini temuan pertama di Aceh, mungkin di Indonesia juga, sebab merubah pohon kedondong menjadi energi listrik, merupakan penemuan baru. dan SMP Merdeka ini adalah sebagai contoh penerima manfaat energi listrik pertama dari pohon kedondong yang eksploitasi menjadi energy listrik. 

Lebih jauh ditegaskan, melihat kondisi SMP Merdeka itulah, pihak manajemen Pertamina EP Field Rantau tergugah untuk membantu dunia pendidikan di sana. Posisi SMP Merdeka berada di ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut (DPL) dengan koordinat N 4,304644  dan E 97,689785. 

Kondisi sekolah SMP Merdeka tersebut sangat mengenaskan, tidak ada sekat ruangan layaknya sekolah di kota. Hanya ada satu ruangan besar sebagai tempat kegiatan belajar mengajar, dari kelas satu sampai kelas tiga berada dalam satu ruang. 

Ditambah dengan kondisi bangunan yang sangat tidak layak sebagai tempat kegiatan belajar mengajar, dinding papan yang sudah keropos, terlihat ada sekat yang masih belum dipasang papan. Namun semangat belajar para siswa siswi disana sangat antusias untuk berprestasi. 

“Begitupun, Kita harus mencari potensi pohon kedondong pagar yang ada disini, untuk kita kembangkan sebagai potensi listrik alternatif. Kalau ada pohon kedondong disini untuk apa harus bawa dari luar, selain cost nya tinggi, juga tidak efisien. kan lebih baik kita produksi disini saja. kita berupaya untuk mengangkat SMP Merdeka ini menjadi yang terbaik di kecamatan Simpang Jernih ini”, ujar Pandi. 

Tiga RKB Untuk Yayasan Merdeka 

Selain membangun energi listrik dari pohon kedondong pagar, Pertamina EP Field Rantau bangun Ruang Kegiatan Belajar (RKB), Peletakan batu pertama pembangunan tiga unit RKB peruntukan SMP Merdeka tersebut dilakukan oleh pihak manajemen pertamina. 

“Saya berharap, support dan dorongan dari para pengurus yayasan Merdeka, serta masyarakat disini. Tujuannya untuk memberantas buta aksara bagi tingkatan anak usia sekolah, sebab wilayah ini merupakan kawasan sangat terpencil, yang harus diperhatikan secara serius”,  tegas Pandi. 

Merdeka Spirit

Masih Pandi, program tersebut dilakukan secara bertahap. Menurutnya untuk langkah awal, manajemen Pertamina membangun tiga RKB terlebih dahulu, setelah RKB selesai baru perlengkapan mobilernya dipenuhi, plus buku bacaan untuk kegiatan belajar mengajar sesuai kurikulum. 

Pandi terharu, melihat keseriusan dan animo pengurus yayasan merdeka serta siswa siswinya. Keinginan untuk keluar dari cengkraman kebodohan sungguh sangat besar. “Keseriusan dan keinginan besar itulah membuat rasa lelah saya dan teman-teman hilang, meski menempuh 7 jam perjalanan melintasi sungai tamiang dengan menumpangi boat plus jalan kaki menembus hutan-hutan kecil untuk menembus SMP Merdeka tersebut”,  katanya. 

Manajemen Pertamina akan terus memperjuangkan harkat dan martabat masyarakat setempat, dengan terbangunnya tiga RKB itu bisa meringankan jihad mereka keluar dari jeruji kebodohan dunia pendidikan. Semoga.(syawaluddin)

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page