Geruduk Kantor BPKAD, Kejaksaan dan DPRD Kabupaten Blitar, GPI Sampaikan 6 Tuntutan Ini

Blitar – Massa yang tergabung dalam Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menggeruduk kantor BPKAD, Kejaksaan dan DPRD Kabupaten Blitar, Rabu (18/10/2023). Aksi mereka itu mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.

Dalam aksinya mereka membawa 6 tuntutan, pertama, Sekda dan BPKAD harus bertanggungjawab secara administrasi dan akibat hukum atas sewa rumah jabatan Wakil Bupati Blitar yang diduga manipulatif.

Tuntutan kedua, Inspektorat harus bertanggungjawab yang diduga lalai dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas kinerja aparatur pemerintah daerah.

Ketiga, adanya dugaan penempatan ASN dalam mutasi jabatan dikendalikan oleh TP2ID dan pengendalian distribusi anggaran serta pelaksanaannya dimasing-masing OPD.

Selanjutnya, keempat, Kejaksaan Negeri Blitar harus memanggil Sekda untuk diklarifikasi sebagai Ketua Tim Baperjakat dan yang memiliki otorita dan pendistribusian anggaran serta beberapa kepala OPD untuk dimintai keterangan.

Untuk tuntutan kelima, anggaran sewa rumah jabatan Wakil Bupati harus dicermati dan diusut untuk penyelidikan.

Terakhir, keenam, mendorong DPRD Kabupaten Blitar untuk menggunakan hak istimewa (hak angket) penyelidikan atas pelaksanaan Undang-undang atau kebijakan pemerintah daerah yang diduga bertentangan dengan undang-undang.

“Dalam aksi tadi, kami ditemui oleh pejabat dari BPKAD dan Inspektorat dan kami menanyakan masalah kontrak sewa rumah jabatan Wakil Bupati. Lalu bagian umum pada saat hearing di dewan menyampaikan tidak ada dan tidak dipasang anggaran untuk sewa rumah jabatan Wakil Bupati tahun 2023, tapi tadi menyampaikan dipasang tapi tidak dicairkan,” ungkap Koordinator aksi Jaka Prasetya.

Apakah betul tidak dicairkan, Jaka menilai kontrak sewa rumah itu diawali dari Januari, kalau kontrak pertama dimulai Mei sampai Desember 2021, selanjutnya Januari 2022 sampai Desember, kemudian yang 2023 kontrak sewa rumah itu pasti dari Januari 2023, otomatis uang kontrak itu sudah diminta.

“Kami sangat membutuhkan Kejaksaan atau APH untuk melakukan lidik, ambil itu dokumen kontrak, juga dokumen tentang penafsir harga itu sesuai atau tidak,” katanya.

Ia juga mendorong pihak Kejaksaan untuk melakukan penyelidikan atas kinerja TP2ID yang diduga melakukan intervensi atau mengendalikan kinerja pemerintah daerah, masing-masing OPD dan sebagainya. (rd)

Rekomendasi

Ruangan komen telah ditutup.