Filosofi Berkat dan Sederet Persoalan di Jember

Berkat atau nasi tumpeng identik dengan kehidupan di desa, bagi-bagi berkat kata orang desa bisa memberikan berkah keselamatan dan menambah ukhuwah kekeluargaan dengan tetangga.

Tapi, namanya di desa tidak semua, meski berbagi pun tetap menjadi bahan pembicaraan, dikala isi berkat yang diberikan tidak sesuai dengan ekspektasi, lempernya kurang abonnya lah, donatnya kurang manis lah atau lopesnya tidak enak lah, ada saja kekurangan yang bisa dijadikan gunjingan.

Memberi pun, masih jadi bahan pembicaraan, masih jadi omongan dari mulut ke mulut para ibu-ibu yang sedang belanja atau ketika masak bersama dikala ada hajatan. Apalagi, yang tidak memberi sama sekali–pelit. Bisa jadi, akan menjadi topik utama dikala sedang ngumpul-ngumpul ngerumpi, arisan dan lain sebagainya.

Melihat sederet persoalan di Jember, cukup melihat dari kacamata sederhana, menganalogikan dengan filosofi berkat. Tapi, berkat dapat diberikan kepada saja sebab tidak terikat dengan seperangkat aturan. Sementara, seandainya APBD itu sebuah berkat, tidak lantas kemudian dapat dibagi seenaknya, sebab ada aturan yang mengatur cara pembagiannya.

Meski demikian, terkadang aturan itu diakali sedemikian rupa. Dibuat jalan-jalan dengan dalih kunjungan kerja, dibuat Bantuan Sosial yang ujung-ujungnya disunat dan lain sebagainya. Bupati Jember, dikenal dengan jargonnya ‘Tegak Lurus’, dia tidak ingin berkat APBD itu dijadikan bahan bancakan, dibagi-bagi untuk memperkaya diri, sebab APBD itu adalah uang rakyat dan harus kembali kepada rakyat dalam bentuk apapun wujudnya.

Bukan pelit, melainkan ingin membagi APBD sesuai dengan aturan, tanpa ada sogok menyogok, tanpa ada korupsi, nepotisme dan lain sebagainya. Sehingga, orang demikian perlu ditakut-takuti, perlu diusik dan harus dijatuhkan. Mereka yang selama ini menjadi penikmat berkat APBD mendadak kekeringan, sehingga perlu melakukan siasat untuk menyerang Bupati Jember agar jatuh.

Dicari kesalahannya, kalau perlu dibuat saja dalam posisi bersalah–itu mudah. Di kehidupan bermasyarakat, hanya orang mati yang selesai penghakimannya dari mulut tetangga, selama masih hidup, kendati sudah berbuat baik bahkan tidak keluar rumah sekali pun, akan tetap ada sisi kesalahannya.

Bupati Jember memberikan bantuan kepada warga tidak mampu, ada yang bilang ‘RT saja bisa bila hanya sekedar bagi-bagi’. Nah kan, ketika Bupati Jember barusan ini memberikan ribuan SK kenaikan pangkat, mereka bilang pemberian itu telat. Bahkan, program pemberian beasiswa untuk anak-anak asli Jember yang ingin melanjutkan kuliah pun tetap salah dimata mereka.

Lantas, apakah Bupati Jember bergeming, ketakutan dan bingung gara-gara terus-menerus dicari kesalahannya dan dibuat bersalah. Tidak, ketika dituduh korupsi, Bupati Faida malah menantang, kalau perlu KPK buat kantor cabang di Jember, periksa semua dan tahan semua apabila kedapatan ngutil uang negara. Bupati perempuan pertama itu di Jember tetap konsisten dengan jargon Tegak Lurus, konsisten membagikan berkat APBD sesuai aturan demi rakyatnya.

Penulis: Tahrir

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page