Bila DPRD Bisa Memakzulkan Bupati, Lalu Bagaimana Cara Memakzulkan Anggota DPRD

Selama ini, pemakzulan selalu menjadi berita politik paling menarik, utamanya latar belakang dilakukannya pemakzulan, apakah disebabkan faktor politik atau murni eksekutif berbuat salah. Sialnya, hanya legislatif yang bisa melakukan pemakzulan kepada eksekutif, sementara legislatif tidak bisa dijatuhkan. Padahal, publik tau persis bagaimana keberadaan DPR selama ini, kata Gus Dur, gedung dewan dihuni anak-anak TK.

Kalau tidak di huni anak-anak, maka para jagoan tidur.Beberapa waktu lalu, salah satu anggota DPR RI Dapil Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi kedapatan terlelap di gedung yang dibiayai rakyat itu. Padahal, dia baru saja terpilih dan baru saja dilantik menjadi Wakil Rakyat. Bayangkan, itu baru dilantik, bagaimana selanjutnya, bisa-bisa dipenuhi iler mejanya.

Anehnya, selama ini kekuasaan Wakil Rakyat melebihi yang diwakilinya. Harusnya, rakyat sebagai bos dan Anggota DPRD sekedar sebagai wakilnya. Tapi, faktanya berbeda, manakala bos (rakyat) datang menuntut, justru dibiarkan begitu saja, lihat saja bagaimana penolakan Omnibus Law, rakyat dari berbagai elemen menolaknya namun DPR masih saja ngotot untuk melanjutkan membahasnya.

Di Jember, supir ambulance pernah mendemo salah satu anggota dewan, sekedar menuntut permintaan maaf atas ulahnya di media sosial sehingga mereka merasa tersinggung. Namun, bukan sambutan hangat dan legowo meminta maaf, justru saling tarik urat saraf, merasa tidak bersalah bahkan justru mengancam melaporkan supir ambulance tersebut ke kepolisian, miris.

Baru-baru ini, terdengar kabar bahwa DPRD Jember menjadwalkan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) untuk menjatuhkan Bupati Jember dr. Faida. Sontak kabar tersebut menjadi trending topik di media sosial, orang-orang yang berada di posisi oposisi pemerintah seolah kompak membuat wall sama di media sosialnya–pemakzulan bupati.

Terserahlah dasar apa yang DPRD gunakan sehingga memakzulkan bupati dianggap perlu dan harus dilakukan. Namun, bila dirunut ke belakang, DPRD sudah sempat melakukan Hak Angket dan Interplasi, selama perjalanannya salah satu parpol pengusung bupati justru menyerang bupati dengan meminta maaf kepada publik sebab mereka menilai telah salah memilih calon.

Setelah Hak Angket dan Hak Interplasi tidak lagi memanas di telinga warga Jember. Persoalan APBD yang mandek kembali jadi trending namun berakhir di Kemendagri setelah melalui proses yang alot. Setelah itu selesai, Bupati Jember yang akan kembali maju di Pilkada mendatang lewat jalur inpededen mendapat berita baik, berkas dukungannya yang memenuhi syarat melebihi batas minimal yang ditetapkan KPU.

 

Juru bicara Faida dan pasangannya Vian pun membuat pres release berdasarkan data dari LO. berselang sehari release tersebut menjadi trending topik, mulai muncul isu Hak Menyatakan Pendapat (HMP) oleh DPRD Jember. Data LO itu seolah sudah valid, kemudian muncul jadwal HMP di DPRD Jember. Rupanya, tanggal 20 Juli kevalidan data LO ditegaskan hasil rapat pleno KPU Jember bahwa pasangan Faida-Vian lolos jalur perseorangan sehingga tanggal 4-6 September nanti bisa mendaftar sebagai calon.

 

Perlu diketahui, sejauh ini petahana masih dianggap kuat. Bahkan, elektabilitasnya masih tertinggi dibandingkan calon lain sehingga wajar bila sempat ada wacana untuk mengalahkan Faida harus bersatu dan head to head. Bila hal tersebut tidak bisa dilakukan maka harus menjatuhkan Faida supaya tidak bisa lagi mencalonkan diri sebagai Bupati Jember.

 

Oke fix, lalu bagaimana cara memakzulkan anggota dewan. Semisal seperti anggota dewan yang pernah menipu dengan menjadi Makelar Kasus (Markus) atau anggota dewan yang diduga terlibat kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) sehingga dipanggil Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Jujur, mereka sudah tidak layak menjadi Wakil Rakyat.

Penulis: Tahrir

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page