Arist Merdeka Sirait: Anak Indonesia Belum Bebas dari Kekerasan

Karo – Mungkin banyak orangtua yang masih belum mengerti apa makna dari peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang diperingati setiap tahunnya tepatnya tanggal 23 Juli. Begitu juga masih ada pemerintah daerah yang sering mengabaikan peringatan hari nasional ini.

Padahal momentum peringatan hari anak nasional patut di gelar secara meriah guna meningkatkan peran serta pemerintah, masyarakat dan swasta untuk menyelenggarakan upaya pembinaan dan pengembangan anak secara holistik integratif yang berkesinambungan. Upaya tersebut ditujukan untuk memenuhi hak-hak anak dan mewujudkan tingkat kesejahteraan anak serta perlindungan yang setinggi-tingginya bagi anak sebagai generasi bangsa.

Begitu juga untuk meningkatkan kesadaran dengan memenuhi hak-hak anak agar terhindar dari segala bentuk kekejaman atau kekerasan. Karena belakangan ini banyak kita dengar, lihat dan saksikan betapa buruknya perilaku anak-anak yang mengalami perubahan gaya hidup akibat persaingan global.

Dengan demikian, para orangtua harus ekstra hati-hati untuk menjaga anak-anaknya dari pengaruh komunikasi global yang umumnya tidak mencerminkan budaya bangsa lagi. Sejumlah fakta terjadi saat ini, kekerasan terhadap anak ditengah-tengah kehidupan masyarakat terus meningkat.

Ada 52 hingga 58 persen pengaduan yang diterima devisi Komnas Perlindungan Anak yang didominasi dengan kasus kekerasan seksual. Selebihnya sekitar 48 persen kasus penelantaran anak, perampasan hak anak, penganiayaan penculikan dan peredagangan anak untuk eksploitasi seksual. Sehingga dengan kata lain situasi anak Indonesia saat ini belum terlepas dari kondisi darurat kekerasan.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait melalui WhatsApp resminya, Senin (22/7/2019) kepada kru Nusantaraterkini.com.

Arist mengatakan jika pelaku kejahatan seksual sekitar 82 persen dilakukan oleh orang terdekat anak. Sementara para anak yang menjadi korban seksual rata-rata berusia 14 tahun. Sedangkan predator (pelaku) kekerasan adalah orang dewasa dan ada juga masih berusia remaja yang dilakukan secara perorangan dan bergerombol ketika targetnya berjalan sendiri atau sedang sendirian di rumah.

“Mirisnya lagi, masih ditemukan para pendidik di sekolah yang melakukan pelecehan kepada siswanya. Ada juga Ayah kandung, ayah tiri dan paman bahkan abang tiri yang menjadi pelaku kekerasan seksual. Dan banyak yang tak terungkap karena tak ada laporan akibat malu jika melapor. Jadi di lingkungan sekolah dan rumah tidak lagi memberikan jaminan atas perlindungan anak,”ujar Ketum Komnas Perlindungan Anak Indonesia.

Meningkatnya kasus kejahatan seksual terhadap anak mulai dari desa sampai ke kota dipicu dengan merajalelanya tayangan pornografi, narkoba, miras, dan zat adiktif lainnya. Lebih mirisnya lagi, penegakan hukum untuk kejahatan seksual terhadap anak masih sangat lemah. Jika tidak ditemukan minimal dua alat bukti maka kasusnya tak dapat dilanjutkan alias ‘perdatornya’ bebas. (Anita)

Rekomendasi
Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page